Gianyar, Bali —RADARPANTURA.MY.ID Di tengah riuhnya arsitektur modern dan gemerlap gaya hidup urban, masih ada ruang bagi keteduhan tradisi yang bersahaja. Di Desa Pering, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, seni membangun rumah adat Bali terus bernapas dalam harmoni melalui tangan-tangan terampil tim Inti Bhuwana Esa—sebuah unit usaha yang tidak hanya membangun bangunan, tetapi juga merawat jiwa budaya.
Dipimpin oleh Mas Ahmad, sosok yang akrab disapa Kang Ibe, Inti Bhuwana Esa telah menjadikan pembangunan Bale Bali sebagai panggilan hati dan jalan hidup. Sejak awal tahun 2000-an, usaha yang dulunya memproduksi aneka furnitur ini kini fokus sepenuhnya pada pembangunan rumah adat Bali yang sarat makna dan estetika tinggi.
“Bagi kami, membangun Bale Bali bukan sekadar membentuk struktur, tetapi menyelaraskan ruang dengan tubuh, arah mata angin, dan jiwa penghuninya,” ujar Kang Ibe, Selasa (08/07/2025). “Kami ingin menjaga warisan nenek moyang dengan cara yang benar, melalui pemahaman yang utuh, bukan hanya tiruan bentuk.”
Keindahan rumah adat Bali memang tidak dapat dilepaskan dari konsep Asta Kosala Kosali—sistem tata ruang tradisional yang menjadi panduan spiritual dan fungsional dalam pembangunan. Konsep ini menempatkan rumah sebagai perwujudan keselarasan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta. Di tangan tim Inti Bhuwana Esa, setiap elemen Bale Bali seperti Bale Dangin, Bale Piasan, hingga Bale Dauh, dirancang dengan ketelitian, dipahat dengan cinta, dan dibangun dengan rasa hormat.
Bli Puja, kepala tim tukang yang sudah lama setia bersama Kang Ibe, menyebut bahwa kekompakan dan perhatian terhadap nilai-nilai adat menjadi nyawa utama pekerjaan mereka. “Kami tidak hanya bekerja secara teknis, tapi juga spiritual. Pakem adat, bahan pilihan, sampai detail ukiran, semua kami kerjakan dengan hati-hati dan penuh makna,” jelasnya.
Bukan hanya sebuah proyek, setiap Bale Bali yang dibangun Inti Bhuwana Esa adalah wujud nyata kolaborasi antara estetika dan filosofi. Rumah-rumah adat itu menjadi simbol keindahan yang hidup—bukan dalam kemewahan, tetapi dalam kesederhanaan yang mendalam, selaras dengan alam, dan sejiwa dengan budaya.
Pengakuan atas dedikasi mereka datang dari para pelanggan yang merasa tersentuh oleh hasil kerja yang bukan sekadar indah, tetapi penuh jiwa. Seperti yang dirasakan oleh I Made Astra Widana, pengusaha asal Denpasar Selatan. “Rumah adat yang dibuat oleh Kang Ibe dan tim bukan hanya presisi dan indah secara visual, tapi juga terasa menyatu dengan aura tempatnya. Saya sangat puas dan bangga,” ucapnya.
Dalam lanskap yang terus berubah, Inti Bhuwana Esa menegaskan bahwa menjaga budaya bukan berarti menolak modernitas, melainkan menempatkan akar tradisi sebagai fondasi kokoh di tengah arus zaman. Di setiap ukiran, di setiap susunan batu bata, mereka menyematkan filosofi, estetika, dan keharmonisan yang tak lapuk oleh waktu.
Karena rumah adat Bali bukan sekadar tempat tinggal. Ia adalah cermin jiwa, simbol identitas, dan ruang yang hidup dalam irama harmoni antara manusia dan semesta.
(Red)
Editor yaya