Bangkalan, Radar Pantura | Kasus pemotongan kapal ilegal di Desa Tanjung Jati, Kecamatan Kamal, Kabupaten Bangkalan, terus menjadi sorotan publik. Setelah diselidiki oleh Dittipiter Bareskrim POLRI, sebanyak empat pengusaha pemilik kapal resmi menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Bangkalan dalam perkara nomor 41, 42, 43, dan 44/Pid.Sus/2025/PN.Bkl.
Majelis Hakim telah menjatuhkan vonis bersalah kepada keempat terdakwa dengan hukuman 7 bulan penjara dan denda masing-masing sebesar Rp150 juta.
Namun menariknya, saat proses sidang terhadap para terdakwa masih berlangsung, aktivitas pemotongan kapal ilegal di Desa Tanjung Jati diduga kembali beroperasi. Kali ini, kegiatan tersebut disebut-sebut sudah mengantongi izin lengkap. Di lokasi bahkan terpasang plang bertuliskan:
"Kerja sama usaha industri galangan kapal dan perahu, pembangunan, perbaikan, pemotongan kapal antara Pusat Koperasi Angkatan Laut Koarmada II Surabaya (PUSKOPAL ARMADA II) dan PT. Samudera Lautan Agung (SLA)."
PT SLA sendiri dipimpin oleh Direktur Utama yang diduga bernama H. Moh Syafii alias H. Hanafi.
Menindaklanjuti kejanggalan soal perizinan tersebut, dilakukan pengecekan terhadap PKKPR Laut atas nama PT. SLA di Kantor Badan Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut—unit kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI. Sebagai informasi, PKKPR Laut merupakan salah satu syarat penting untuk memperoleh izin operasional terminal khusus (tersus) dari Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI.
Namun hasil verifikasi menunjukkan bahwa dokumen administrasi PT. SLA untuk memperoleh PKKPR Laut belum lengkap.
Belakangan, Direktur Utama PT. SLA akhirnya juga ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus yang sama. Perkaranya terdaftar dalam nomor 158/Pid.Sus/2025/PN.Bkl, dengan Agus Budiarto, SH., MH., sebagai Jaksa Penuntut Umum.
Publik mempertanyakan mengapa proses penuntutan terhadap Dirut PT. SLA terlambat dibandingkan dengan empat pengusaha lainnya. Penundaan ini membuat yang bersangkutan sempat melanjutkan aktivitas pemotongan kapal di lokasi yang sama, bahkan ketika proses hukum terhadap terdakwa lain masih berlangsung.
Ketua Gerakan Bangkalan Bersih, M. Rosul Mochtar, SE., SH., menyatakan dukungannya terhadap langkah Kejaksaan Negeri Bangkalan dalam menindak kasus ini. Ia menekankan pentingnya penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Meski demikian, Rosul menyayangkan lambannya penanganan perkara terhadap Dirut PT. SLA. Menurutnya, kegiatan pemotongan kapal yang dilakukan tanpa izin resmi berisiko tinggi terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat akibat pencemaran udara serta limbah B3.
"Seharusnya para terdakwa tidak hanya dikenai pasal dalam UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, tetapi juga dikenakan pasal-pasal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," tegasnya.