Sidoarjo, Radar Pantura – Praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) kembali jadi sorotan. Kali ini, keluhan muncul dari orang tua murid SDN Sidokerto, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Mereka mengaku terbebani oleh kewajiban membeli LKS yang seharusnya tidak diperjualbelikan di sekolah.
Berdasarkan keterangan beberapa wali murid kelas 2 dan kelas 5, praktik ini masih berjalan. Menariknya, penjualan buku tidak dilakukan langsung oleh guru, melainkan melalui koperasi sekolah, bahkan diduga melibatkan oknum petugas kebersihan. Modus ini seolah dibuat agar guru tidak tampak terlibat.
Padahal, aturan jelas melarang. Sesuai PP Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 181, serta Permendikbud Nomor 75 Tahun 2020 tentang Komite Sekolah, guru maupun sekolah tidak diperbolehkan menjual buku pelajaran, termasuk LKS. Apalagi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sejatinya sudah mengcover kebutuhan buku siswa.
Namun, kenyataannya praktik ini seolah dibiarkan. Meski Dinas Pendidikan sudah berulang kali mengeluarkan surat edaran larangan, implementasi di lapangan masih lemah. Tak jarang, dinas berdalih belum menerima laporan resmi, padahal praktik jual beli LKS sudah menjadi rahasia umum.
Tim media juga mencium adanya dugaan persekongkolan antara pihak penerbit, kepala sekolah, dan oknum dinas pendidikan. Bahkan, sejumlah guru diduga mencari celah dengan mengarahkan orang tua membeli lewat koperasi sekolah atau paguyuban kelas.
Harga paket LKS yang harus ditebus wali murid cukup tinggi. Untuk kelas 2 SD, harga berkisar Rp210.000 hingga Rp330.000 per paket. Nominal hampir serupa juga diberlakukan untuk kelas lainnya. Kondisi ini jelas memberatkan, khususnya bagi orang tua dari kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Padahal, pendidikan semestinya terbebas dari praktik komersialisasi. Realitanya, sekolah justru menjadi lahan subur praktik jual beli yang membebani wali murid.
Temuan ini akan terus ditelusuri hingga ada kepastian hukum. Orang tua dan masyarakat diimbau tidak ragu melapor ke Dinas Pendidikan setempat agar peraturan dijalankan secara tegas.
Wali murid pun berhak menolak pembelian LKS, sebab penyediaan buku pelajaran sudah menjadi tanggung jawab sekolah melalui dana BOS. Harapannya, praktik semacam ini bisa segera dihentikan demi terciptanya pendidikan yang adil, jujur, dan berpihak pada kepentingan siswa serta orang tua.